Siapa tak kenal kunyit, bumbu kari yang juga populer sebagai campuran dalam berbagai macam jamu? Di berbagai daerah di Indonesia, para putri raja pada zaman dahulu dikisahkan merawat kulitnya dengan lulur kunyit agar kelihatan kuning langsat. Hingga kini pun, remaja putri banyak mengandalkan ramuan kunyit-asam untuk mengatasi nyeri haid.
Di balik warna kuningnya, herba yang satu ini juga menyimpan harapan bagi 170 juta pengidap hepatitis C di seluruh dunia. Harapan baru akan adanya obat murah untuk mencegah kematian akibat komplikasi penyakit tersebut.
Diperkirakan 170 orang atau sekitar 2,5 persen penduduk dunia terjangkit virus hepatitis C, virus penyebab radang hati yang hingga kini belum ada vaksin pencegahnya. Di Indonesia, angkanya berkisar antara 5-7 juta orang. Virus Hepatitis C menular lewat jarum suntik atau benda-benda lain yang bisa melukai tubuh, antara lain pisau cukur, yang dipakai secara bergantian.
Pengobatan untuk hepatitis C masih sangat terbatas dan harganya tidak terjangkau orang kebanyakan. Padahal jika tidak diobati, 80 persen infeksi hepatitis C berkembang menjadi kronis, memicu sirosis atau pengerasan hati dengan berbagai komplikasi termasuk kematian akibat kanker hati.
Ilmuwan Indonesia yang bekerja di lembaga riset Twincore, Jerman. Kandidat doktor di Hannover Medical School ini menemukan bukti baru tentang efektivitas kurkumin, pigmen pemberi warna kuning pada kunyit, sebagai antivirus.
Kurkumin menghambat infeksi virus hepatitis C dengan cara mempengaruhi fleksibilitas dari membran virus, sehingga menghambat proses masuk virus tersebut ke dalam target sel hati manusia.
Dalam kondisi normal, membran atau selubung virus hepatitis C bersifat cair dan fleksibel. Kurkumin membuat membran tersebut menjadi rigid atau kaku dengan cara menembus masuk ke dalam lalu mengubah susunan molekulnya. Dengan membran yang rigid, virus sulit masuk ke dalam sel-sel hati, selain itu bermanfaat juga untuk mencegah reinfeksi virus hepatitis C yang sering dialami pasien transplantasi hati. Bagi yang sudah terinfeksi, kurkumin juga mencegah infeksi yang lebih parah akibat masuknya virus lebih banyak, karena kurkumin menghalangi transmisi antarsel.
Belum dipakai sebagai antiinfeksi
Di kalangan medis, efek anti-infeksi dari kurkumin ini belum banyak dimanfaatkan dalam penanganan hepatitis C. Kurkumin, dalam bentuk kunyit maupun ekstraknya, selama ini hanya dimanfaatkan sebagai hepatoprotektor untuk mencegah kerusakan sel-sel hati yang antara lain dipicu oleh infeksi virus.
Kurkumin dalam kunyit memiliki efek antiplatelet atau anti-pembekuan darah sehingga bisa berinteraksi dengan obat-obat dengan efek yang sama, misalnya heparin. Penggunaan kunyit dan obat antiplatelet secara bersama-sama bisa memicu perdarahan pada pasien tekanan darah tinggi, stroke, atau sedang menjalani persiapan operasi dan hemodialisis.
Selain itu, konsumsi kunyit secara berlebihan dalam jangka panjang bisa mengiritasi mukosa lambung karena mengandung minyak atsiri.
Pemanfaatkan kunyit lainnya adalah sebagai antifibrosis, untuk memperlambat terjadinya fibrosis, yakni salah satu tahap menuju sirosis atau pengerasan hati. Terapi antifibrosis dipakai karena pengobatan standar untuk membunuh virus hepatitis C masih sangat mahal, yakni Rp 2,5 juta sekali suntik. Pengobatan standar berupa kombinasi pegylated interferon dan ribavarin tersebut harus diberikan tiap minggu selama 1 tahun.
Di kalangan peneliti, kunyit sejak lama dikenal memiliki efek terapi, tidak sekedar efek hepatoprotektif seperti yang dipakai di kalangan medis selama ini. Menurut Heni, salah satu efek terapinya adalah sebagai antivirus.
Secara alamiah, virus hepatitis C hanya bisa menyebabkan infeksi pada manusia dan simpanse,hal ini cukup memberikan harapan. Dengan memanfaatkan kunyit, bahan alam yang berlimpah di dalam negeri, Indonesia dinilainya punya peluang besar untuk mengembangkan sendiri obat-obat penting termasuk obat hepatitis C.
0 komentar
Posting Komentar